Rumah Adat Aceh
Rumah Adat Aceh - Rumah Aceh atau lazimnya disebut Rumoh Aceh merupakan rumah adat Aceh yang berada di Provinsi Aceh atau yang dahulu disebut Nanggroe Aceh Darussalam. Ibukotanya berada di Banda Aceh. Provinsi ini merupakan salah satu daerah istimewa karena diberlakukannya syariat islam dalam keseharian masyarakatnya. Letaknya di ujung paling barat di pulau Sumatera dan Negara Indonesia. Provinsi ini hanya berbatasan dengan satu daratan yaitu dengan Provinsi Sumatera Utara di sebelah selatan, sedangkan sisanya berbatasan dengan laut yaitu Selat Malaka di sebelah utara dan timur dan Samudra Hindia di sebelah barat.
erdasarkan ketinggian rumah dan fungsinya, rumah adat aceh diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu, Rumoh Aceh, Rumoh Santeut dan Rangkang. Namun yang banyak diketahui publik hanyalah rumoh aceh sehingga Rumoh Aceh menjadi ciri khas rumah adat Aceh. Rumoh Aceh memiliki tiang yang paling tinggi dibandingkan dengan kedua rumah lainnya, namun memiliki fungsi yang sama dengan Rumoh Santeut yaitu sebagai rumah tinggal. Sedangkan Rangkang memiliki tinggi yang sama dengan dengan Rumoh Santeut namun memiliki fungsi sebagai balai pertemuan atau mengaji.
Rumoh Aceh
Rumah Aceh atau Rumoh Aceh dalam bahasa Aceh adalah rumah adat Aceh yang berbentuk rumah panggung dengan denah rumah berupa persegi panjang dan diposisikan dari timur ke barat agar tidak sulit menentukan arah kiblat sedangkan tampak depan menghadap utara-selatan. Salah satu ciri khas rumoh Aceh ini adalah tiang-tiang penopang rumah yang sangat tinggi, yaitu sekitar 2,5-3 meter. Luas bangunannya pun minimal 200 m2 dengan ketinggian dasar lantai hingga atap mencapai 8 m. Walaupun memiliki ukuran yang besar salah satu kehebatan rumoh aceh ini adalah pembangunannya yang hanya menggunakan tali ijuk, pasak serta baji dengan material utamanya kayu, papan dan daun rumbia untuk atapnya. Namun hingga hari ini rumah aceh ini masih berdiri tegak setelah dibangun lebih dari 200 tahun. Berikut ini replika gambar rumah aceh yang berada di TMII.
Penggunaan bahan yang berasal dari alam merupakan wujud penghormatan dan pemanfaatan warga aceh terhadap sumber daya alam yang melimpah disekitarnya serta wujud terimakasih kepada Allah SWT. Karena bagi masyarakat Aceh perihal membangun rumah tidaklah sederhana karena pembangunannya diibaratkan membangun kehidupan sehingga diperlukan upacara adat yang harus dipenuhi sebelum memulai proses pembangunan.
Upacara adat ini melalui tiga tahapan. Tahapan pertama yaitu upacara adat yang digelar pada saat diambilnya material bangunan dari hutan. Tahapan kedua yaitu upacara adat saat akan mulai proses pembangunan, dimana tanggal yang diambil diputuskan oleh Teungku (ulama setempat). Sedangkan tahapan terakhir yaitu upacara adat yang dilakukan setelah rumah telah rampung atau pada saat rumah akan ditinggali. Proses pembangunannya pun melalui proses musyawarah dengan keluarga, masukan dari Teungku dan pembangunannya dilakukan secara bergotong royong. Hal inilah yang menyebabkan terciptanya keharmonisan dalam lingkungan bermasyarakat yang berjalan lurus dengan adat. Adapun aturan penempatan ruang dalam rumah aceh berperan sebagai lambang ketaatan pada aturan.
Tampak depan rumah yang menghadap utara-selatan pun diterapkan selain untuk menghindari arah angin yang berpotensi merubuhkan bangunan juga untuk memudahkan sinar matahari menembus kamar-kamar. Sedangkan posisi bangunan yang menghadap ke arah barat-timur menggambarkan salah satu penerapan aspek keagamaan masyarakatnya terhadap tempat tinggalnya. Penerapan lainnya yaitu, pembagian ruangan dan anak tangga yang ganjil serta disediakannya gentong air untuk membilas kaki sebelum memasuki rumah.
Pembagian ruangan di rumah aceh terdiri atas tiga bagian utama yaitu Ruang depan atau serambi muka (seuramoe keue) atau (seuramoe reunyeun), Ruang tengah (tungai) dan Ruang belakang (seramoe likoet). Setiap bagian ini memiliki fungsinya masing-masing bahkan memiliki pembagian area bagi yang ingin memasukinya, yaitu area yang boleh dimasuki pria dan wanita dan area khusus wanita saja. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kesopanan kepada wanita.
Ruang depan atau Seuramoe EUE / Seuramoe Reunyeun
Ruang depan atau Seuramoe Keue / Seuramoe Reunyeun adalah sebuah ruangan luas memanjang tanpa sekat-sekat yang berfungsi sebagai ruang tamu. Ruang tamu ini terbuka bagi siapa saja baik pria maupun wanita. Selain untuk menerima tamu, ruang ini juga dimanfaatkan sebagai area mengaji dan istirahat anak laki-laki, area pertemuan keluarga, area makan-makan saat ada upacara pernikahan atau upacara adat lainnya. Pada area barat diletakkan tikar besar di lantai serta tikar duduk anyaman kecil yang berbentuk segi empat sebagai tempat duduk para tamu. Di dalam ruangan ini pun terdapat tangga yang menghubungkan ruangan depan dengan ruangan tengah. Jumlah anak tangganya biasanya bilangan ganjil sekitar 7 atau 9 anak tangga.
Ruang atau Tengah Sungai (Rumoh Inong dan Rumoh Anjoeng)
Ruang Tengah atau tungai merupakan ruang bersekat yang berada di antara ruang depan dan belakang dan memiliki posisi lebih tinggi setengah meter dari kedua ruang tersebut. Ruang ini terbagi menjadi dua kamar yang berhadapan yaitu rumah inong atau rumah induk dan rumah anjoeng. Rumoh inong merupakan kamar tidur yang dipakai oleh kepala keluarga, sedangkan rumoh anjoeng merupakan kamar tidur yang dipakai anak perempuan. Bila memiliki lebih dari satu anak perempuan, maka kepala keluarga akan tidur di ruang belakang selama sbelum dapat membangun ruangan baru yang terpisah. Keunikan ruang inong yaitu ruang dapat digunakan sebagai tempat pelaminan di acara pernikahan selain itu bagian lantainya yang terbuat dari papan dapat dibongkar pasang untuk memandikan mayat anggota keluarga.
Pada ruang tengah ini juga terdapat sebuah gang yang disebut rambat. Rambat ini diapit oleh rumoh inong dan rumoh anjoeng dan berfungsi sebagai ruang yang menghubungkan ruang depan dan ruang belakang. Namun akses rambat ini pun terbatas apalagi bila lelaki ingin melewatinya. Akses hanya diberikan kepada kerabat keluarga yang dekat. Hal ini dilakukan karena rambat merupakan akses jalan menuju ruang belakang yaitu area khusus wanita.
Ruang Belakang atau Seuramoe Likot
Ruang Belakang atau Seuramoe likot merupakan ruangan yang terletak di belakang dengan ketinggian lantai yang sama dengan ruang depan dan juga tidak ada sekat sekat. Ruangan ini digunakan sebagai tempat berkumpulnya penghuni rumah, ruang makan, tempat para wanita berkegiatan seperti menjahit dan menganyam serta merangkap sebagai dapur. Namun ada pula yang memisahkan dapurnya di belakang seuramoe likot atau disebut rumoh dapu dengan posisi lantai yang sedikit lebih rendah. Selain itu di bagian umumnya terdapat loteng yang dibangun khusus sebagai tempat penyimpanan barang berharga keluarga.
Selain dari tiga ruangan utama di atas, umumnya rumoh aceh dilengkapi oleh Kroeng Pade atau lumbung padi untuk menyimpan padi dan juga bale atau balai yang dimanfaatkan sebagai tempat melepas lelah sejenak. Bangunan ini terpisah dari rumah utama dan biasanya diletakkan di sekitar rumah.
Rumah Aceh atau Rumoh Aceh terdiri atas tiang-tiang penopang lantai, tangga, lantai, dinding, jendela dan atap yang keseluruhannya dibangun tanpa menggunakan paku. Material yang digunakan yaitu tali pengikat yang berbahan tali ijuk, pasak, rotan dan kulit pohon waru, papan, enau, kayu dan bamboo.
Banyaknya jumlah tiang penopang di rumah aceh bervariasi tergantung dari berapa banyak ruangan yang terdapat di dalam rumah atau dari seberapa luas ukuran rumah. Biasanya masyarakat aceh membangun rumah dengan jumlah tiang sebanyak 16, 18, 22 dan 24. Namun ada pula yang sanggup membangun dengan jumlah tiang mencapai 40 atau bahkan 80. Jumlah tiang 16 biasanya untuk rumah yang mempunyai tiga ruangan, sedangkan jumlah tiang 24 untuk rumah yang mempunyai 5 ruangan. Material yang digunakan untuk membuat tiang ini biasanya dari bahan kayu dan bentuknya bulat dengan diameter kurang lebihnya 20-35 cm.
Kolom pendukung ini ditempatkan dengan deretan empat baris pada jarak masing masing 2,5-4 m. Ada dua pilar khusus di kolom ini, raja jinak (tiang raja) ditempatkan di utara dan tameh putrou (pilar perempuan) yang ditempatkan di selatan.
Adanya tiang menyebabkan terbentuknya ruang kosong di bawah lantai atau kolong yang lazimnya disebut yup moh. Ruangan kosong ini bermanfaat sebagai pencegah masuknya binatang buas ke dalam rumah dan untuk menghindari banjir pada masa lampau. Oleh para penghuni rumah ruangan ini juga dimanfaatkan sebagai penyimpanan perkakas kerja sehari-sehari seperti alat tumbuk padi (Jeungki) dan sebagai tempat menaruh padi (berandang). Saking tingginya tiang-tiang ini terkadang yup moh atau kolong ini juga dimanfaatkan para penghuni rumah sebagai area bermain anak, kegiatan menenun para wanita, bahkan sebagai kandang sementara binatang peliharaan maupun ternak.
Sebagai rumah panggung, maka diperlukan tangga untuk mencapai rumah utama atau lazimnya disebut reunyeun. Tangga ini berjumlah ganjil yaitu mulai dari 7 hingga 9 tangga. Jumlah ini sesuai dengan kepercayaan masyarakat Aceh akan pengaruh jumlah terhadap rezeki, pertemuan dan juga rumaut. Fungsi lain dari tangga ini juga sebagai palang bagi selain keluarga atau kerabat dekat terutama bila tidak ada penghuni pria di dalam rumah. sehingga tangga ini dapat menjadi pengawas dalam hubungan social antar warga.
Berbanding terbalik dengan bangunan yang besar dan juga tinggi, pintu masuk utama rumoh aceh atau pinto aceh ini sangatlah mungil. Tingginya hanya sekitar 120-150 cm. Hal ini membuat orang yang hendak masuk otomatis menundukkan kepala agar tidak terbentur. Konsep ukuran pintu yang mungil ini menggambarkan bahwa siapa pun orang yang hendak masuk, kaya atau miskin, tua atau muda hendaknya menghormati sang pemilik rumah. Karena pintu ibarat hati pemilik rumah, perlu upaya untuk memasukinya namun apabila telah masuk maka akan diterima dengan penuh kebesaran hati tanpa sekat sekat seperti luasnya bagian dalam rumah. Hal ini sesuai dengan pribadi masyarakat aceh yang menjunjung adat, yaitu tidak suka menyombongkan diri.
Serupa dengan pinto aceh, jendela rumah aceh pun mungil-mungil, dengan ukuran 0.6x1 m. Biasanya jendela diletakkan di dinding sebelah barat dan timur yaitu pada rumoh inong dan rumoh anjoeng serta dua buah jendela berada di bagian depan rumah. Jendela ini hanya terdapat pada rumoh aceh yang memiliki dinding yang terbuat dari papan. Ada juga sebagian dinding yang terbuat dari kayu enau.
Sama seperti dinding, material utama lantai pada rumoh aceh adalah papan dan kadang menggunakan kayu enau. Selain itu terdapat pula bambu yang dimanfaatkan untuk membuat gasen (reng), alas lantai, beuleubah (tempat menyemat atap), dan lainnya. Salah satu keunikan lantai pada rumoh aceh yaitu adanya gap atau celah antar papan sekitar 1cm. Gap ini menjadi tempat terbuangnya kotoran yang ada di lantai rumah bila disapu.
Begitu banyak keunikan yang ada di rumah aceh, termasuk dengan atap rumahnya. Atap rumah pada rumah aceh tidak bersifat permanen atau mudah untuk dilepaskan karena hanya dihubungkan menggunakan tali ijuk. Hal ini dilakukan mengingat bahan dasar atap yaitu daun rumbia atau daun enau yang rentan terbakar. Untuk mengurangi rambatan api maka tali ijuk dapat dipotong dan atap dapat dilepaskan.
Bentuk atap pada rumoh aceh merupakan atap dengan rabong atau tampong satu yang ditempatkan di atas ruang tengah yang direntangkan dari ujung kiri ke kanan dan cucuran atap ditempatkan di area depan dan belakang rumah. bahan utama penyusun atap adalah daun rumbia atau kadang menggunakan daun enau. Daun ini diikat dengan belahan rotan yang tipis atau lazimnya disebut mata pijeut. Sedangkan bahan utama tulang atap adalah belahan batang bambu. Karena bagian tengah atap yang berbebntuk rabong menjadikan ruang kosong dibagian atas ruang tengah dan di bawah atap dimanfaatkan menjadi loteng sebagai tempat penyimpanan barang.
Rumah adat identik dengan motif – motif ukiran yang khas yang tersebar di seluruh bagian rumah. Begitu pula dengan rumoh aceh. Bentuk ukirannya berupa pola simetris, belah ketupat, garis silang dan kaligrafi pada bagian tulak angen. Umumnya ukirannya berupa ayat suci Al Quran, Flora berupa semua bagian bunga dan lainnya, fauna, dan alam.
Rumoh Santeut
Rumoh santeut (datar) atau tampong limong merupakan rumah adat aceh yang biasanya digunakan sebagai tempat tinggal sehari-hari masyarakat aceh yang berpenghasilan rendah. Perbedaan rumoh santeut dengan rumoh aceh terletak pada ketinggian bangunan dan lantai setiap bagian rumah memiliki ketinggian yang sama, tidak seperti rumoh aceh dimana ruang tengah lebih tinggi dibandingkan dengan ruang depan dan belakang.
Rumoh santeut dapat juga disebut sebagai versi sederhana dari rumoh aceh. Kolong rumah hanya setinggi 1,5 m. Material penyusunnya pun sederhana, murah dan banyak memanfaatkan hasil alam sekitar. Atapnya tersusun dari daun rumbia, dindingnya merupakan susunan pelepah rumbia, sedangkan lantainya merupakan bamboo belah yang disusun tidak rapat agar memungkinkan masuknya udara dari bawah sehingga rumah tidak terasa panas. Kesederhanaan rumoh santeut juga dapat dilihat dari tidak terdapatnya ukiran-ukiran pada dinding maupun bagian rumah lainnya.
Rumoh santeut memiliki pembagian ruangan seperti pada rumoh aceh dengan tambahan bale didepan rumah. bagian depan sebagai ruang tamu atau kumpul keluarga, ruang tengah untuk kamar tidur, dan ruang belakang sebagai gudang dan dapur. Adapun karena terbatasnya ruangan, ruangan belakang dimanfaatkan juga sebagai kamar tidur dan dibangun ruang tambahan disamping ruang belakang untuk digunakan sebagai dapur. Kolong rumah dimanfaatkan sebagai area bersilaturahmi dan berkegiatan dengan para tetangga dan kerabat maupun para lelaki yang bukan muhrim.
Rangkang
Rangkang berupa rumah panggung yang hanya terdiri dari satu ruangan. Rangkang ini biasanya dimanfaatkan sebagai tempat melepas lelah bagi petani saat sedang bertani. Material yang digunakan untuk membuat rangkang juga sangat sederhana yaitu kayu biasa dan daun rumbia untuk atapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar