Kesenian Aceh
1. Tari Saman
Tari Saman, tarian tradisional ini dulunya adalah tarian etnis Suku Gayo, dimana ras tersebut sebagai ras tertua di pesisir Aceh saat masa itu.
Saat itu tarian ini bertujuan sebagai media untuk menyebarkan agama Islam. Sekarang, tarian ini bersifat hiburan dan sering dibawakan untuk mengisi festival kesenian dimancanegara.
Tarian ini kira-kira dimainkan oleh 9 atau lebih, yang terpenting jumlahnya harus ganjil. Tapi ngomong-ngomong tentang Tari Saman, saya sempat membaca didunia maya sempat terjadi kontroversi tentang tarian ini.
Salah seorang netizen mengatakan jika tarian ini dikhususkan untuk laki-laki, karena tubuh wanita sangat lemah untuk mengikuti gerakan tari saman. Wajar saja, gerakan dalam tari saman kan terdapat seperti gerak guncang, lingang, surang-saring, dan kirep. Walau pada dasarnya, gerakannya mengandung tepuk dada dan tepuk tangan.
Dalam tarian ini, semua penari bergerak dengan sangat kompak, gerakan yang dianggap klimaks dari semua gerakan adalah ketika penari-penari itu mengangkat tangannya ke langit, dan memegang tangan temannya. Saya fikir gerakan itu seperti ombak. Dimana sebagian penari menunduk, sebagian lagi seolah menegadah kebelakang, sebagian lagi mengangkat tangan.
Kostum yang digunakan dalam tari saman adalah kostum suku Gayo, dan dikendalikan oleh penari tengah. Tari saman tidak menggunakan alat musik lainnya, mereka memanfaatkan bunyi suara yang dihasilkan dari tepukan tangan.
Pantas saja, tarian ini masuk ke daftar UNESCO. Dan sejak itulah, tari saman tidak diperbolehkan ditarikan oleh perempuan, kostum yang digunakan pun tidak sembarangan dan bahasa yang digunakan pun harus bahasa suku Gayo.
2. Tari Laweut Aceh
Tarian tradisional selanjutnya adalah tari laweut, kata ‘laweut’ berasal dari shalawat atau pujian pada Nabi Muhammad SAW. Tarian ini berasal dari Kab. Pidie, Aceh. Dulunya tarian ini disebut tari seudati.
Tarian ini, biasanya ditarikan oleh 8 orang wanita dan 1 penyanyi. Syair-syairnya yang dilantunkan berupa ayat-ayat Islam atau dakwahan. Gerakan dalam tarian ini, hampir sama dengan tari saman, bedanya mereka menarikan secara berdiri. Jika saya lihat tarian ini tampak sangat sepi. Karena tidak adanya iringan musik.
Masih sangat berkesan tradisional, suara yang dihasilkan dari tepukan tangan para penari dianggap musik pengiring. Tapi saya pribadi sih, berfikir jika saja memasukan alat musik rebana kedalam tarian tersebut, pasti akan lebih rame.
3. Tari Tarek Pukat
Tari ini sangat unik karena menggambarkan akitifitas nelayan yang akan menangkap ikan.
Sejarahnya tarian ini terinspirasi dari tradisi nelayan. Wajar saja, karena masyarakat Aceh saat itu sebagian besar profesinya adalah seorang nelayan.
Saat menangkap ikan, mereka bergotong royong membuat jala dan menangkap ikan bersama-sama, dan hasilnya pun akan dibagi kepada warga sekitar.
Makna dalam tarian ini singkatnya adalah kerja sama dan kebersamaan. Musiknya pun menggunakan alat musik tradisional.
Tarian ini biasanya terdiri dari sekitar 7 orang penari wanita. Dengan kostum busana tradisional khas Aceh, mereka membawa seuntai jala dipinggangnya, hingga akhirnya, dengan gerakan ke kanan dan kekiri, masing-masing tali akan dikaitkan pada teman sebelahnya, lalu dilepas, dan dililitkan lagi, hingga pada endingnya tali itu akan berbentuk jala.
Walau gerakannya seperti itu-itu saja, ada nilai seni yang terkandung didalamnya. Saat ini, tarian ini biasa diadakan di acara resmi, acara penyambutan dan perayaan tertentu.
4. Tari Bines
Tarian ini berasal dari Kabupaten Gayo Lues. Biasanya ditarikan oleh sekelompok perempuan.
Jumlah penari Bines diharuskan berjumlah genap, entah 10, 12 atau berapapun (tidak ada ketentuan jumlah). Ciri khas dari tarian ini ditarikan dari gerakan lambat sampai gerakan cepat hingga akhirnya berhenti serentak. Hampir mirip dengan tarian saman. Disebutnya saja, bagian dari tari saman.
Uniknya bila kamu ingin memberikan uang pada penari, kamu harus menyimpan uangmu di atas kepala penari. Uang itu dianggap sebagai ganti bunga yang diberikan dari penari (biasanya ada di akhir acara).
Kostum yang digunakan di tarian ini adalah, baju lukup, kain sarung seragam, kain pajang, hiasan leher, dan hiasan tangan seperti topong gelang.
Lagu yang dilantunkan di tari ini adalah jangin bines.
5. Tari Didong
Menurut Wikipedia, Didong adalah kesenian yang menyatukan beberapa unsur seperti tari, vokal dan sastra.
Awal-awalnya tarian ini muncul ketika ada salah seorang seniman yang bernama Abdul Kadir To’et yang peduli dengan kesenian ini. Saat itu kesenian ini digemari oleh masyarakat Takengon dan Bener Meriah.
Kata Didong pun mengandung arti ‘nyanyian sambil bekerja’, ada pun yang berpendapat didong berasal dari suara musik yang seolah-olah mengatakan ‘din’ dan ‘dong.
Gerakan tarian ini, duduk dan bermain dengan kedua tangan. Sampai mereka menyanyikan sebuah lagu, dan menepakkan tangan dengan ketukan yang berbeda seperti tari kecak. Tarian ini tidak menggunakan alat musik latar, karena penarinya akan mengeluarkan nada-nada seperti musik dari mulutnya.
Biasanya tarian ini dipentaskan jika ada acara keagamaan, dan sebagai ajang hiburan saja.
6. Rapai Geleng
Tarian ini awalnya berasal dari Manggeng, salah satu daerah di Aceh Selatan. Dikembangkan oleh seorang anonim. Biasanya tarian ini dibawakan oleh laki-laki.
Dari syairnya tarian ini bertujuan untuk menanamkan nilai moral pada masyarakat, dan pertama kali tarian ini dikembangkan berawal dari tahun 1965 dimana tarian ini menjadi sebuah sarana dakwah. Hingga akhirnya menarik minat para penonton.
Biasanya syairnya di ambil dari lagu-lagu keagamaan. Geleng disini, mengartikan dibeberapa gerakan penari yang menggeleng-geleng kepalanya ke kanan dan kekiri. Gerakannya sangat berirama dan mengutamakan kekompakan.
Kata ‘Rapai’ sendiri berasal dari alat musik yang mirip dengan gendang yang digunakan oleh penari. Sekarang dikenal sebagai sebutan ‘rebana’.
7. Tari Ula ula lembing
Kesan pertama ketika saya mendengarkan lagu latar tarian ini, saya seperti mendengarkan lagu Arab.
Kalau tidak ada yang menyanyikannya mungkin saya terkecoh dengan musik latarnya, dari sekian video yang saya liat, penyanyi dan musik latarnya masih itu-itu juga.
Bentuk kerudung penarinya pun ada yang berbeda-beda, ada yang menggerai seperti jilbab, ada juga yang seperti ciput. Saya tidak tau apakah ini memang dari sananya begini apa dibuat biar ada keaneka ragaman bentuk kerudung. Namun bila saya liat vidio yang lain, ternyata kerudungnya serupa. Tapi… bukan masalah ininya yang harus kalian ketahui.
Tari ini salah satu tarian yang langka wancana, beberapa sumber lain sangat singkat dan padat penjelasan tentang tarian ini.
Usut punya usut, ternyata tarian ini hampir dan bahkan pudar termakan zaman, padahal tarian ini adalah tarian yang bernuansa bahagia. Dulu, digunakan untuk ritual adat dan acara pernikahan.
8. Tari Ratoh Duek Aceh
Kata ratoh diambil dari bahasa Arab yang artinya Rateb, dan kata ‘duek’ berasal dari bahasa Aceh sendiri yang artinya duduk. Tarian ini pun kadang disebut dengan ratoh jaroe.
Disini kamu akan menemukan penari wanita yang berjumlah 10 ataupun lebih, dengan 2 orang syahie atau penyanyi. Tarian ini menggambarkan makna yang diambil dari kehidupan sehari-hari. Kekompakan, keselarasan, sifat optimis, dan tegas. Hal ini terlihat dari harmoni para penari yang bertepuk tangan sesuai irama.
Gerakan tarian ini hampir sama dengan tari saman, tapi bukan berarti tari KW-an. Karena setelah Tari Saman diakui UNESCO sebagai Budaya Warisan Manusia, sejak itu pula tari saman tidak diperbolehkan diikuti oleh wanita.
Bagaimana nasib para penari wanita yang dulunya menarikan tari saman?
Nah, disni mereka memisahkan diri sebagai tari Ratoh Duek. Namun, banyak orang yang mengira tarian ini adalah tari saman. Suku Gayo tidak mau merusak budayanya. Mereka ingin masyarakat Aceh membuat tariannya sendiri dengan namanya sendiri tanpa mengubah adat sesepuh (tari saman).
Lahirlah Tari Ratoh Duek yang jumlah penarinya harus genap, sedangkan tari saman harus ganjil. Ratoh Duek menggunakan tarian adat tradisional Aceh dan berbahasa Aceh, beda dengan tari saman yang menggunakan bahasa Gayo. Alat musik ratoh duek pun menggunakan rebana.
9. Tari Pho
Tarian tradisional berikutnya memiliki nama lucu yaitu Pho, mengingatkan saya pada salah satu nama telletubies. Namun Pho disini bukan diambil dari film anak, Pho ini berasal dari kata peubae, jika diartikan dalam bahasa Aceh seperti sebutan penghormatan.
Tarian ini dibawakan oleh perempuan, zaman dulu tarian ini ditarikan sebagai simbolin bahwa orang tersebut sedang bersedih hati atau berduka cita. Namun setelah masuknya agama Islam di Aceh, tarian ini menjadi kesenian rakyat saja.
Sejarah singkatnya, ada seorang gadis yatim piatu yang sangat cantik, ia diasuh oleh kakak Ibunya. Dan pengasuhnya memiliki seorang anak laki-laki, hingga akhirnya anak laki-laki dan gadis tersebut saling jatuh cinta. Namun ada pihak yang iri dan sakit hati karena ditolak oleh gadis tersebut. Akhirnya mereka difitnah telah berzinah, saat itu hukuman orang berzinah sangat fatal yaitu hukuman mati. Akhirnya mereka dihukum mati.
Akhirnya Ibunya laki-laki tersebut berduka sambil menari-nari untuk mengekspresikan kesedihannya dan lahirlah tari Pho.
10.CANANG
Canang adalah alat musik tradisional dari Aceh yang sering dijumpai pada kelompok masyarakat Aceh, Gayo, Tamiang, dan Alas. Masyarakat Aceh menyebutnya “Canang Trieng”, di Gayo disebut “Teganing”, di Tamiang disebut “Kecapi” dan di Alas disebut dengan “Kecapi Olah”.
Canang terbuat dari kuningan dan bentuknya menyerupai gong. Hampir semua daerah di Aceh terdapat alat musik canang dan masing-masing memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda-beda pula.
Fungsi canang secara umum sebagai penggiring tarian-tarian tradisional. Canang juga sebagai hiburan bagi anak-anak gadis yang sedang berkumpul. Biasanya dimainkan setelah menyelesaikan pekerjaan di sawah ataupun pengisi waktu senggang.
11.RAPAI
Alat musik tradisional Rapai merupakan alat musik yang dibunyikan dengan cara dipukul. Menurut Z.H Idris, alat musik Rapai ini berasal dari Bahdad (irak), dan dibawa ke Aceh oleh seorang penyiar agama Islam bernama Syeh Rapi.
Dalam pertunjukannya, alat musik rapai ini dimainkan oleh 8 sampai 12 orang pemain yang disebut awak rapai. Alat musik Rapai ini berfungsi untuk mengatur tempo dan tingkahan-tingkahan irama bersama Serune kalee maupun buloh perindu.
Berdasarkan besarnya rapai serta fungsinya, alat musik tradisional dari Aceh ini terdiri dari beberapa jenis yaitu :
Rapai Pasee (rapai gantung)
Rapai Daboih
Rapai Geurimpheng (rapai macam)
Rapai Pulot
Rapai Anak/tingkah
Rapai kisah
Alat musik rapai ini biasanya dimainkan dalam berbagai kesempatan seperti misalnya pada saat pasar malam, upacara perkawinan, ulang tahun, mengiringi tarian, memperingati hari hari tertentu dan acara lainnya. Namun, selain dimainkan secara tunggal alat musik rapai ini juga dapat digabungkan dengan peralatan musik lainnya.
Rapai berbentuk seperti tempayan atau panci dengan berbagai ukuran. Dibagian atas rapai ditutup dengan kulit, sedangkan bagian bawahnya kosong.
12.GEUNDRANG
Geundrang merupakan salah satu unit alat musik tradisional Aceh yang merupakan bagian dari perangkatan musik Serune Kalee.
Geundrang termasuk jenis alat musik yang dibunyikan dengan cara dipukul baik dengan menggunakan tangan atau memakai kayu pemukul.
Geundrang dijumpai di daerah Aceh Besar dan juga dijumpai di daerah pesisir Aceh seperti Pidie dan Aceh Utara. Fungsi Geundrang nerupakan alat pelengkap tempo dari musik tradisional etnik Aceh.
13.SERUNE KALEE
Serune Kalee adalah instrumen tiup tradisional Aceh adalah alat khas tradisional Aceh Musit yang dimainkan sejak jaman dahulu.
Instrumen ini populer di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar dan Aceh Barat. Alat musik tradisional serune kalee ini biasanya dimainkan dalam hubungannya dengan Gendrang Rapai dan acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan pada raja raja kerajaan zaman keemasan Aceh Darussalam.
Serune Kalee bersama dengan geundrang dan Rapai merupakan suatau perangkatan musik sejak masa kejayaan kerajaan Aceh Darussalam sampai sekarang tetap menghiasi / warna musik dalam budaya tradisional Aceh. Instrumen ini adalah salah satu alat musik layaknya seruling atau klarinet, tersebar di komunitas Melayu.
Kata Serune Kalee mengacu pada dua hal yang berbeda. Kata pertama, menunjuk ke kuningan Serune tradisional Aceh yang sering bermain bersama Rapai. Sementara Kalee adalah nama dari sebuah nama desa di Laweung, Pidie.
Peralatan musik tidak hanya digunakan oleh orang-orang Aceh, tetapi juga Minangkabau, Agam, dan beberapa daerah lainnya di Sumatera Barat. Bahkan, distribusi pasokan ini mencapai Thailand, Sri Lanka, dan Malaysia. Semacam ini alat musik juga ditemukan di daerah pesisir lainnya dari Provinsi Aceh dan, seperti Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar, Aceh Barat, dan dengan nama yang sama (Burhan Paradise, ed, 1986:. 81). Setiap daerah yang menggunakan jenis musik ini memberikan berbagai variasi dalam peralatan, sehingga bentuk dan namanya juga bermacam-macam. Namun, di antara beberapa variasi serune, ada kesamaan dalam nuansa mengangkat suara, laras nada, getaran, Volume suara, dinamika suaranya.
Berdasarkan data yang ada, peralatan ini telah ada sejak kedatangan Islam ke Aceh. Ada beberapa yang mengatakan peralatan ini berasal dari Cina (ZH Idris, 1993: 48-49).
Pada saat ini budaya di Aceh juga berkembang pesat, salah satunya adalah seni, dengan gaya Islam yang kuat. Peralatan Serune Kalee masih saat ini memegang peranan penting dalam berbagai seni pertunjukan, dalam berbagai upacara, dan acara lainnya Kalee Serune game musik. Telah menghibur masyarakat Aceh sejak dulu sampai sekarang.
14.TAKTOK TRIENG
Taktok Trieng sejenis alat pukul yang terbuat dari bambu. Alat ini dijumpai di daerah Kabupaten Pidie, Aceh Besar dan beberapa kabupaten lainnya. Taktok Trieng dikenal ada 2 jenis: satu dipergunakan di Meunasah (langgar-langgar), dibalai-balai pertemuan dan di tempat-tempat lain yang dipandang wajar untuk diletakkan alat ini. Dan jenis yang dipergunakan di sawah-sawah berfungsi untuk mengusir burung ataupun serangga lain yang mengancam tanaman padi. Jenis ini biasanya diletakkan di tengah sawah dan dihubungkan dengan tali sampai ke dangau (gubuk tempat menunggu padi di sawah).
15.BANGSI ALAS
Alat musik tradisional Aceh yang bernama Bangsi Alas adalah merupakan instrumen tiup dari bambu yang dijumpai banyak dijumpai di daerah Alas, Kabupeten Aceh Tenggara. Secara tradisional pembuatan Bangsi dikaitkan dengan mistik, yaitu ketika ada orang meninggal dunia di kampung/desa tempat Bangsi dibuat. Apabila diketahui ada seorang meninggal dunia, Bangsi yang telah siap dibuat sengaja dihanyutkan disungai. Setelah diikuti terus sampai Bangsi tersebut diambil oleh anak-anak, kemudian Bangsi yang telah di ambil anak-anak tadi dirampas lagi oleh pembuatnya dari tangan anak-anak yang mengambilnya. Bangsi inilah nantinya yang akan dipakai sebagai Bangsi yang merdu suaranya.
Sangat sedikit informasi tentang alat musik Bansi Alas ini, mungkin keberadaannya sudah langka dijaman ini.
Sumber:http://www.ragamseni.com/9-tarian-tradisional-dari-aceh-yang-paling-terkenal/
http://sejarahri.com/7-alata-musik-tradisional-aceh/